Pemko Bukittinggi Tak Cukup Nyatakan Darurat Sampah, Perlu Strategi Atasi Masalah Sampah

Bukittinggi – Sebagaimana dilansir dari Antara, Wali Kota Bukittinggi menyatakan daerah setempat saat ini dalam keadaan darurat sampah, akibat Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Regional Payakumbuh ditutup karena longsor.

“Bukittinggi darurat sampah, untuk itu diimbau kepada warga Kota Bukittinggi memastikan sampah yang dibuang ke pembuangan sementara dikemas ke dalam plastik sampah, agar ketika terjadi keterlambatan petugas mengangkut, tidak mengakibatkan bau tak sedap keluar dan sampah tidak berserakan,” katanya di Bukittinggi, Ahad, 24 Desember 2023.

Lalu dilansir dari harianhaluan.com, Kondisi tumpukan sampah di Kota Bukittinggi mendapat sorotan keras warga, menyulut keluhan terhadap pelayanan pengelolaan limbah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi, merespons bahwa pihaknya telah berupaya maksimal menanggulangi masalah ini.

Menurutnya, tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah kendala dalam pendistribusian sampah ke Kota Padang.

Armada yang bertugas terhambat waktu karena mayoritas sedang dalam proses mendistribusikan sampah keluar kota.

“Terkendala armada untuk pengangkutan karena mayoritas armada yang ada sedang mendistribusikan sampah keluar kota,” ungkapnya kepada Harianhaluan.com, Kamis 28 Desember 2023.

Ditempat berbeda, warga Bukittinggi, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH menyatakan pernyataan Walikota Bukittinggi darurat sampah baru-baru ini harus disertai solusi sistematis dan komprehensif atas masalah sampah yang makin gawat.

Apalagi menurut Riyan, Kota Bukittinggi menempati peringkat dua penyumbang sampah terbesar di Indonesia pada tahun 2020. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kapasitas sampah di Bukittinggi akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Itu pun belum menghitung sampah yang dibuang sembarangan, seperti sampah plastik di sungai-sungai yang akhirnya mencemari kota, tambahnya.

Pemerintah daerah Bukittinggi menurut Riyan sebagai penanggung jawab utama pengelolaan sampah, jangan hanya berkutat pada penanganan di hilir. Pemda jangan hanya mengandalkan pola konvensional dengan menumpuk sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) di lahan terbuka. Cara kuno ini tak bisa dipertahankan lagi karena cepat atau lambat “bak sampah raksasa” itu akan penuh.

Riyan melanjutkan kita bisa menyimak Kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan pemerintah Jerman terhadap pengelolaan sampah di Kota Cirebon, Malang, Bukittinggi, Jambi, dan Denpasar serta Kabupaten Bogor pada 2022 menggambarkan masalah yang akut. Kajian itu menemukan rata-rata 72 persen sampah berakhir di TPA dan 17 persen bocor ke lingkungan. Sampah yang didaur ulang hanya 11 persen. Akibatnya, sampah terus menggunung. Satu dari enam daerah itu harus menutup TPA mereka tahun ini. Lima daerah lain juga harus menutup TPA mereka dalam dua-empat tahun, lanjutnya.

Seharusnya Pemko Bukittinggi berupaya memilah dan mengolah sampah yang tiba ke TPA. Di antaranya dengan mengolah sampah menjadi bahan bakar arang dengan teknologi refuse-derived fuel (RDF). Sekilas hal itu tampak sebagai terobosan. Tapi hanya sebagian kecil sampah yang dapat diolah. Selain itu, prosesnya tetaplah menghasilkan emisi karbon yang mencemari udara.

Riyan menegaskan peraturan mengenai persampahan sebetulnya sudah tersedia. Di antaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Aturan itu mewajibkan setiap orang mengurangi dan mengelola sampahnya. Industri juga wajib menarik kembali sampah produk mereka dan mendaur ulangnya.

Faktanya menurut Riyan, aturan itu berhenti di atas kertas. Lemahnya penegakan aturan membuat para pihak cenderung mengabaikan kewajiban masing-masing. Hal ini diperburuk dengan tak adanya strategi pemerintah daerah untuk menangani sampah secara tuntas. Seakan-akan dengan membangun TPA, kewajiban mereka sudah terpenuhi.

Maka, Riyan berharap Pemerintah Bukittinggi tak cukup menyatakan darurat sampah. Perlu strategi pengurangan sampah dengan drastis secara bertahap. Penanganan sampah harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Di hulu, rumah tangga harus mengurangi dan memilah sampah harian. Industri juga demikian. Di hilir, perlu lebih banyak terobosan untuk mendaur ulang sampah. Jangan lupa, strategi pengurangan sampah itu juga harus sejalan dengan mitigasi krisis iklim melalui model pengolahan sampah yang mengurangi emisi karbon.

Riyan juga menyatakan sampah adalah masalah kita bersama. Tanpa langkah nyata dan segera untuk menguranginya, “bom waktu” bencana sampah akan meledak tak lama lagi.

Riyan juga melihat berdasarkan Surat Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah Nomor: 660/33/UPTD-PS/DLH-2023 tertanggal 31 Januari 2023 seharusnya Bukittinggi komitmen dalam pembangunan landfill baru.

Karna dalam surat yang ditujukan kepada Wali Kota Payakumbuh, Wali Kota Bukittinggi, Bupati Agam, dan Bupati Lima Puluh Kota itu, disebutkan bahwa rencana sharing pembiayaan untuk pembangunan landfill baru masih terkendala karena masih ada pemerintah kabupaten/kota yang belum memenuhi komitmen penganggaran pada APBD 2023 ini.

Dari empat daerah pengguna TPA Regional Payakumbuh, tercatat hanya tiga daerah yang menganggarkan untuk pembangunan landfill baru tersebut. Ketiganya adalah Kota Payakumbuh, yang mengalokasikan Rp5,775 miliar, namun meminta ketentuan yang harus dipenuhi Pemprov Sumbar agar anggaran bisa dicairkan.

Kemudian, Kabupaten Agam, yang mengalokasikan Rp1 miliar, dan Kabupaten Lima Puluh Kota yang mengalokasikan Rp1,2 miliar. Sedangkan satu daerah lainnya, yakni Kota Bukittinggi, sama sekali tidak mengalokasikan anggaran.(Fendy Jambak)

Bagikan: