Bukittinggi – Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH, perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-78 semoga Indonesia terus melaju dan Indonesia semakin maju.

Riyan pun kepada media ini menyempatkan membahas peran advokat di era pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan, yang mana menurutnya advokat selalu berperan dalam politik dan hukum dari pra kemerdekaan hingga 78 tahun usia Indonesia. Riyan menyatakan jika dilihat dari Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga organisasi-organisasi advokat di Indonesia semenjak zaman PERADIN, IKADIN dan PERADI hingga Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI).

“Semua organisasi profesi advokat ini berpijak kepada tujuan menciptakan negara hukum (Rechsstaat) yang memperjuangkan dan menegakkan hak asasi manusia dan peradilan yang jujur, adil, terbuka dan mandiri dalam menegakkan hukum, keadilan dan hak asasi manusia,” kata bakal calon bupati Pasaman 2024 – 2029 ini kepada media disela-sela perayaan hari kemerdekaan di Pasaman pada Kamis, (17/8/2023).

Mr. Raden Soewandi, Mr. Teuku M. Hasan, Mr. Johannes Latuharhary, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Muhammad Yamin, Maria Ulfah, Mr. Abdoel Abbas, Mr. Soepomo, dan Mr. R Soeleiman E Koesoema Atmadja adalah para tokoh advokat yang mempunyai peran penting dan strategis dalam kiprahnya dalam hal memperjuangkan Rule of Law.

“Seluruhnya bergelar Meester in de Rechten pada masa itu. Kesembilan tokoh tersebut adalah para tokoh pejuang kemerdekaan dan para pejuang nasional,” tambahnya.

Riyan menjelaskan sejarah advokat dimulai ketika masa kolonial Belanda karena jumlahnya sangat sedikit waktu itu, mereka tidak bergabung dalam organisasi advokat tetapi di kota-kota besar waktu itu mereka ada perkumpulan yang dikenal sebagai Balie van Advocaten yang keanggotaannya didominasi oleh advokat Belanda.

Riyan juga menjelaskan bahwa di 2023 ini pun, jumlah advokat di Indonesia masih minim, maka patut menjadi pilihan karier sarjana hukum.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak dan masuk dalam 20 besar ekonomi dunia, menjadi lawyer adalah kue yang sangat menjanjikan, ujarnya.

Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar terutama dari sumber daya manusia, di mana Indonesia masuk dalam empat besar jumlah penduduk terbanyak di dunia. Namun bila dilihat rasio jumlah lawyer dengan jumlah penduduk, di Indonesia hanya ada 35 ribu–50 ribu lawyer.

“Jadi bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, rasionya itu masih 1 dibanding puluhan ribu, masih jauh,” kata Riyan.

Belum lagi di tahun 2045, Indonesia akan genap berusia satu abad atau dikenal dengan istilah Indonesia Emas.

“Dengan demografi bahwa puncak productivity demografi kita ada di 2045, Indonesia emas artinya peluang untuk menjadi lawyer saat ini sangat terbuka lebar di mana “kue”-nya itu masih sangat besar. Maka silahkan bergabung dengan PPKHI temukan masa depan di dunia advokat dengan benderang. Silahkan kontak di pengacarabukittinggi.com,” terang Riyan dengan optimis.

Riyan menyebutkan bahkan Indonesia tidak termasuk dalam 10 besar negara dengan jumlah lawyer yang banyak seperti Jerman dan Italia. Sedangkan Ukraina yang saat ini dalam kondisi perang masuk dalam 10 besar. Artinya profesi lawyer ini sebenarnya masih sangat menjanjikan di Indonesia, kata lelaki lulusan Universitas Indonesia (UI) ini.

Riyan mengingatkan bahwa advokat turut menentukan arah ekonomi di Indonesia. Ini bisa dilihat dari hal kecil yang sederhana, di mana industri bisnis hampir semuanya melibatkan advokat, baik yang berpraktik di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Riyan membandingkan kondisi Indonesia dengan Amerika yang jumlah penduduknya sekitar 300 juta jiwa. Menurutnya, jumlah advokat di negara Paman Sam tersebut hampir mencapai 1,3 juta. Bila dalam statistik disurvei rasio antara jumlah penduduk dengan jumlah advokat, Amerika bisa dibilang paling padat, yakni 1 advokat untuk 400 penduduk.

Selanjutnya Riyan membahas peran advokat dalam pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Tokoh-tokoh advokat sejak zaman dulu sewaktu perjuangan kemerdekaan dan setelah merdeka sudah berjuang untuk kepentingan rakyat.

Secara historis menurut Riyan, profesi advokat sendiri termasuk salah satu profesi yang terbilang sudah tua di Indonesia. Jauh sebelum bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan di tahun 1945, masyarakat telah lebih dahulu mengenal istilah profesi advokat, dan semakin lama terus berkembang kemudian pada tahun 1947 diperkenalkan peraturan yang mengurusi masalah profesi advokat, peraturan itu dikenal dengan nama Reglement op de Rechterlijke organisatie en het Beleid der Justitie Indonesia. Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat juga dijelaskan bahwa, advokat adalah penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya seperti hakim,
jaksa, dan polisi, sebutnya.

Riyan juga menyimpulkan dalam perspektif sejarah, disadari bahwa perjalanan profesi advokat di Indonesia tidak bisa lepas dari keterkaitannya dengan perubahan sosial. Para advokat Indonesia
terseret dalam arus perubahan tersebut.

Pada masa pra kemerdekaan dan saat ini setelah Indonesia merdeka, secara individu banyak advokat terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, terutama perjuangan politik, hukum, dan diplomasi.

“Kala itu, advokat perannya cukup signifikan dalam menentukan sikap politik para pemimpin Indonesia pada masanya, seperti ikut merumuskan dasar-dasar konstitusi Indonesia,” jelasnya.

Pada prakteknya pun saat pra kemerdekaan, terang Riyan, profesi advokat di Indonesia terus berkembang. Di banyak kota besar mulai bermunculan kantor-kantor hukum advokat profesional, menggantikan advokat-advokat Belanda yang semakin berkurang jumlahnya menjelang dan sesudah pembebasan Irian Barat.

Peran advokat di era pergerakan bukan lahir sebagai hasil proses karbitan tetapi melalui pembinaan yang telah jauh dimulai sejak masa pendidikan hukum di Universitas Leiden Negeri Belanda. Pembinaan tersebut memberi akar bagi tumbuhnya idealisme perjuangan yang kokoh dan
motivasi besar untuk mewujudkan kebebasan dan kemandirian sebagai seorang non-kooperatif terhadap Belanda, paparnya.

Riyan mengharapkan peranan advokat di era pergerakan dalam perjuangan non-kooperatif terhadap Belanda dan menuju Indonesia merdeka sebagai titik api bagi revitalisasi peran Advokat dewasa ini di era demokrasi jaman now.

Citra advokat diposisikan secara proporsional sebagai sebuah Profesi Terhormat (officium nobile)
bukan secara formal tetapi karena peran penting advokat dalam ikut andil mendirikan Republik Indonesia serta perannya dalam derap langkah sejarahnya, tegasnya.

Riyan menegaskan, bahwa peran advokat dari pra kemerdekaan hingga jaman now bukan hanya sebagai spesialis dalam penyelesaian pertentangan antar warga. Tetapi juga lebih menonjol lagi sebagai spesialis dalam hubungan antara masyarakat dan negara karena profesi ini menonjol dalam sejarah negara modern sebagai sumber ide dan pejuang modernisasi, keadilan, hak asasi manusia, dan konstitusionalisme.

Sampai pertengahan tahun 1920-an di Hindia Belanda semua advokat dan notaris adalah orang Belanda. Para pejabat kolonial enggan mendorong berkembangnya pengacara pribumi.

Riyan mengungkapkan advokat Indonesia yang pertama adalah Mr. Besar Martokoesoemo yang pada tahun 1923 membuka kantor advokat di Tegal dan memulai jaringan kantor pengacara pribumi di Jawa Tengah dengan membuka kantor di Semarang. Sementara Mr. Iskaq Tjokroadisurjo pada tahun 1926 membuka kantor Advokat di Batavia. Mr. Iskaq Tjokroadisurjo bergabung ke dalam pergerakan nasional sejak tiga bulan di Leiden dan bekerja demi kemerdekaan
Indonesia. Beliau berpendapat cara terbaik untuk melaksanakannya ialah dengan bekerja secara mandiri, tidak sebagai pegawai negeri. Kantor Mr. Iskaq di Batavi Kantor Mr. Iskaq di Batavia, sebuah benteng pertahanan PNI (Partai Nasional Indonesia), adalah yang paling terlibat dalam politik, ungkapnya.

Pada pra kemerdekaan, advokat Indonesia dalam memulai praktek adalah langkah yang sulit. Pada umumnya mereka dijauhi para advokat Belanda yang menganggap mereka sebagai ancaman dalam persaingan. Hampir mustahil untuk mendapatkan tempat dalam kantor Advokat Belanda yang sudah
mapan. Karena itu para advokat baru harus memulainya dan awal tanpa pengalaman maupun klien. Dalam kenangan advokat Indonesia angkatan tua sekarang, penghinaan terhadap pribadi yang dialami sewaktu mereka sedang mulai berpraktek bercampur dengan semangat yang benar-benar lebih nasionalistis untuk melawan perlakuan kolonial terhadap bangsa Indonesia.

Kendatipun hidup dalam sistem yang diskriminatif dan menindas, dunia advokat pada pra kemerdekaan tetap berakar pada induknya di Negeri Belanda dan menganggap penting para advokat sebagai unsur dalam upaya mencari keadilan. Advokat, termasuk juga Advokat Indonesia pada waktu itu dihormati dan mempunyai tempat yang terhormat sebagaimana diungkap Daniel S. Lev dalam bukunya yang terbit tahun
2013 pada Hal. 326.

Riyan menerangkan Pembela Bung Karno pada peradilannya di Landraad Bandung dengan pleidoi beliau yang terkenal “Indonesia Menggugat” pada tahun 1930 terdiri dari Mr. Sartono dari kantor Mr. Iskaq di Batavia dan Mr. Sastromulyono serta Suyudi dari kantor Mr. Besar yang membantu juga selama persidangan. Ketika Bung Karno dan tiga orang pemimpin PNI lainnya dipenjara maka Mr. Sartono memegang pimpinan PNI dan mengorganisir penggantinya, Partindo (Partai Indonesia
Raya).

Riyan menceritakan jika ditilik dari sejarah, para pendiri PNI adalah kelas kaum professional baru daerah perkotaan. Dua ororang Insinyur (Bung Kamo dan Anwari), dua orang dokter (Cipto Mangunkusumo dan Sarnsi Sastrowidagdo) dan lima Advokat (Iskaq, Sartono, Budiarto, Ali Sastroamidjojo dan Sunaryo). Semua advokat dulunya sama-sama belajar di Leiden dan sebagian besar aktif dalam PI (Perhimpunan Indonesia). Tidak ada sebuah partai pun di masa sebelum maupun sesudah kemerdekaan yang menghimpun begitu banyak Advokat. Hanya dua buah partai di masa sesudah kemerdekaan yang menempatkan advokat ke dalam pimpinan, yaitu : Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia).

Diakhir penjelasannya Riyan menyatakan, kenyataan sejarah sebagaimana telah diuraikan di atas adalah fakta yang menguraikan peran dan kepeloporan advokat sebagai Profesi Terhormat (officium nobile) dalam sejarah pergerakan nasional dan peran advokat adalah sangat signifikan dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia hingga jaman now.

“Amat sangat disayangkan jika peran dan kepeloporan tersebut akhirnya sirna ditelan waktu dan eksistensi advokat dewasa ini dipandang bukan lagi sebagai sebuah kepeloporan dan dipandang secara a priori sebagai orang bayaran. Citra adalah cermin eksistensi. Oleh karena itu ketika citra Advokat didiskreditkan oleh fakta sesaat dan bahkan digeneralisir dari sisi yang
negatif, merupakan sebuah kewajiban intelektual untuk mendudukkan posisi advokat secara proporsional dalam sejarah Indonesia. Advokat merupakan salah satu pilar pendiri Republik Indonesia,” terang pendiri dan pimpinan media lokal Sumatera Barat dengan hampir 300.000 pembaca ini.

Maka, menurut Riyan dvokat berperan sangat intens dalam perjuangan pergerakan nasional. Sebuah perjuangan yang bermuara pada kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Revolusi Agustus 1945 dengan titik kulminasinya pada pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno dan Hatta sebagai Proklamator pada tanggal 17 Agustus 1945. Peran Advokat pun sangat dominan dalam menyusun dasar-dasar negara Indonesia baik dalam BPUPKI, penyusunan teks Proklamasi, dan Dewan Konstituante serta Reformasi, tutupnya.(Fendy Jambak)

Bagikan: