Bukittinggi – Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum (PPKHI) Sumatera Barat yang juga warga Bukittinggi menanggapi adanya dugaan isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Menurut Riyan untuk menghindari debat kusir daripada hanya sekedar interupsi akan lebih elegan dan produktif anggota DPRD gunakan hak interpelasi ataupun hak angket sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 159 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap dugaan isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).

Riyan melanjutkan kajian Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, DPRD sebenarnya tidak hanya fokus pada fungsi sebagai lembaga legislatif untuk membuat peraturan daerah. Namun juga harus menjalankan fungsinya sebagai pengawas bagi pemerintah daerah didalam menjalankan kewajibannya sebagai pemerintah, untuk itu DPRD merupakan lembaga yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan pemerintahan, sehingga diperlukan kesungguhan untuk menjalankan fungsi Pengawasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar jelas apakah isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) hanya sekedar isu atau fakta, lanjutnya.

Berdasarkan Pasal 159 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, hak interpelasi adalah hak DPRD kabupaten/kota mengenai kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Lalu setelah itu DPRD bisa menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sudah jelas sekali isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) memerlukan pengawasan DPRD baik melalui hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat sehingga jelas apakah dugaan isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) hanya isu atau fakta.

Riyan lanjut menjelaskan bahwa berdasar Pasal 149 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki hak pengawasan yang dapat berujung kepada impeachment atau pemakzulan walikota, yaitu hak intepelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dan dalam negara-negara demokrasi modern terdapat dua substansi terkait pemberhentian kepala pemerintahan, yaitu alasan yang bersifat politik dan yang bersifat hukum, ujarnya di Bukittinggi, Selasa, (9/1/2024).

Usulan pemberhentian atau impeachment terhadap Walikota merupakan konsekuensi dari hak pengawasan yang melekat pada anggota DPRD dalam mengevaluasi kinerja kepala daerah sebagai wujud pelaksanaan prinsip checks and balances jika isu yang diperiksa terbukti saat hak angket nanti, terangnya.

Alasan DPRD menilai bisa bersifat politik dilandaskan pada penilaian politik, yang dilakukan oleh lembaga politik, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Alasan ini sering diidentikkan dengan istilah “mosi tidak percaya,” sebutnya.

Lalu DPRD bisa juga dalam hak interpelasi, hak angket atau hak menyatakan pendapat bisa juga merujuk alasan berdasarkan hukum merujuk pada pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum baik yang bersifat ketatanegaraan  (pelanggaran terhadap UUD atau undang-undang) maupun pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang bersifat pidana.

Ini akan memperjelas isu, apalagi dapat dibuktikan DPRD dalam hak angket dugaan isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah fakta tentu ini bisa berujung kepada pemakzulan walikota, pungkasnya.

Sebelumnya, sebagaimana dilansir dari detaksumbar.com, menyikapi isu dugaan caleg Partai Golkar dan caleg Partai Gerindra Kota Bukittinggi menggunakan dana bantuan sosial (bansos) untuk melakukan kampanye di pemilu tahun 2024, Ketua Partai Golkar Kota Bukittinggi, Dedi Chandra mengatakan tidak ambil pusing.

Isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Caleg Gerindra dan Caleg Golkar Kota Bukittinggi, menyeruak didalam Rapat Paripurna Penandatanganan Nota Persetujuan Bersama Raperda Tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak serta Ketentraman dan Ketertiban Umum di Gedung DPRD Bukittinggi, pada Senin kemarin, (08/01).

Menurut Ketua Golkar Kota Bukittinggi, Dedi Candra tak ambil pusing dengan sentilan yang sempat panas pada rapat paripurna DPRD terkait bantuan sosial (bansos) yang diduga digunakan caleg Partai Golkar untuk kampanye pemilu 2024, pada Selasa, (09/01)

Lanjut Dedi, mempersilakan untuk membuktikan bansos digunakan untuk kepentingan politik praktis.

“Kalau dugaan terserah saja. Yang penting faktanya apakah itu terbukti apa tidak,” kata Dedi saat dihubungi melalui telepon.

Dedi juga menyampaikan namanya baru dugaan dan belum tentu fakta itu terbukti. Sehingga, pendapat tersebut tidak masalah karena kebebasan berpendapat merupakan perwujudan dari sebuah demokrasi.

Sementara itu, usai acara rapat kemarin, Walikota Bukittinggi Erman Safar yang juga selaku Ketua Partai Gerindra Kota Bukittinggi sempat menghimbau kepada seluruh masyarakat agar menciptakan suasana pemilu yang damai dan nyaman.

“Sehingga dalam masa politik ini, masyarakat tidak mendapat beban sosial yang berdampak kepada beban ekonomi masyarakat,” ujar Erman Safar.(Rizky/Fendy Jambak)

Bagikan: