Riyan Permana Putra Uraikan Plus Minus Regulasi Calon Kepala Daerah Jalur Independen Kota Bukittinggi

 

Bukittinggi – Sebagaimana dilansir dari matajurnalist.com, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat telah menetapkan syarat minimal sebanyak 9.507 suara bagi bakal calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah Kota Bukittinggi 2024.

 

Ketua KPU Bukittinggi, Satria Putra, pada hari Sabtu (4/5/2024) menjelaskan, bahwa syarat ini setara dengan 10 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024, yang pada Juli 2023 mencapai 95.068 warga.

 

Selain itu, kata Satria, dukungan minimal 9.507 suara tersebut juga harus tersebar minimal dari 50 persen kecamatan yang ada di Kota Bukittinggi.

 

Proses verifikasi administrasi dan rekapitulasi ulang akan dilakukan oleh KPU, diikuti dengan verifikasi faktual. Rangkaian penetapan calon akan berlangsung hingga keputusan akhir di bulan November 2024.

 

Sementara itu, Novil Anoverta, salah satu bakal calon perseorangan, menyatakan kesiapannya untuk maju melalui jalur independen dengan memenuhi syarat minimal yang telah ditetapkan oleh KPU.

 

Ditempat berbeda Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH, warga Bukittinggi yang juga merupakan Perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat ketika ditanya awak media mengenai kekurangan (minus) dan kelebihan (plus) yang mungkin didapat dari calon kepala daerah independen Kota Bukittinggi adalah diduga dapat mengurangi mahalnya ‘mahar’ yang harus dibayar kepada partai politik, belum lagi perjanjian yang harus dipenuhi kepada partai politik sekiranya memenangkan pilkada, imbuhnya.

 

Riyan Permana Putra menambahkan dengan menjadi calon independen, hal-hal sejenis itu tidak perlu dirisaukan lagi dan apabila ia berhasil, maka semuanya berkat keringat dan kerja keras timnya sendiri. Calon independen pun dapat terhindar dari hutang uang dan budi pada partai politik sehingga dapat berlaku adil dan transparan dalam memimpin daerahnya atau menerapkan kebijakan publiknya. Praktik pemerintahan diharapkan dapat bebas KKN, pengelolaan APBD bisa efektif, transparan dan bebas korupsi, sehingga alhasil tingkat kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik dapat ditingkatkan, tambahnya.

 

Riyan Permana Putra mengungkapkan ketidakpercayaan atau keraguan masyarakat akan calon yang berasal dari partai politik kini dapat menemui jalan tengah, yakni dengan hadirnya calon independen. Calon independen dapat dianggap sebagai simbol lahirnya solusi atau alternatif atas pilihan lain yang lebih netral dan diharapkan sesuai dengan harapan rakyat selaku pemilih. Calon independen dinilai mempunyai kualitas pemimpin, integritas tinggi dan didukung oleh publik yang mana dapat mengubah peta dan struktur politik Indonesia seperti pemuka agama dan tokoh masyarakat yang dianggap kharismatik dan memiliki pengaruh dapat maju menjadi calon kepala daerah. Muncul pula anggapan calon independen akan meminimalisir konflik politik, dimana bukan hal yang mustahil mengingat pendidikan politik masyarakat sudah baik, sebab dalam pilkada kelak akan lahir pilihan-pilihan yang rasional dari alternatif pilihan yang beragam, ungkapnya.

 

Terkait kepercayaan atau keraguan masyarakat pada partai politik diungkap oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi pada 2 Juli 2023 sebagaimana dilansir dari voaindonesia.com yang mengatakan hasil survei lembaganya menunjukkan TNI menjadi lembaga paling dipercaya publik, dengan persentase sangat atau cukup percaya 95,8 persen. Sedangkan partai politik menempati urutan paling bawah dengan persentase 65,3 persen.

 

Sayangnya menurut Riyan Permana Putra lagi, banyak orang menilai kemunculan calon independen sebagai tindakan deparpolisasi, yakni upaya yang disengaja atau tidak disengaja mengurangi, atau bahkan menihilkan peran partai politik dalam demokrasi, sebutnya.

 

Riyan Permana Putra yang merupakan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menilai regulasi pencalonan bagi jalur perorangan atau independen jalur perseorangan, berat, dan rawan pemalsuan data.

 

Dasar hukum yang digunakan untuk menjadi calon perseorangan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

 

Susahnya pencalonan lewat jalur independen ini menurut Riyan Permana Putra bahkan, harus melalui terlebih dahulu rintangan akan verifikasi yang tak kalah mudah. Syarat pasangan calon dinyatakan sah maju Pilkada melewati jalur independen adalah dengan membawa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) warga yang mendukung pencalonan pasangan calon tersebut di Pilkada.

 

Jika pasangan calon berhasil mengumpulkan salinan KTP sebanyak yang diminta oleh KPU, maka giliran Bawaslu tiap daerah yang bekerja melakukan verifikasi kembali. Verifikasi dilakukan dengan cara melakukan verifikasi langsung kepada masyarakat terkait keaslian dan kemurnian dukungan mereka terhadap dukungan kepada pasangan calon yang maju lewat jalur independen tersebut.

 

Jika ada laporan masyarakat yang mengatakan tidak pernah menyatakan dukungan atau memberikan KTP miliknya, maka pasangan calon akan langsung dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

 

Riyan Permana Putra menyebut kalau pun para calon sudah mempersiapkan syarat dukungan berupa fotokopi KTP, maka berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak bakal terkejar. Kecuali kemungkinan mereka sudah menyiapkan diri dari 1-2 tahun sebelumnya.

 

“Kalaupun ada yang cepat melengkapi syarat dalam waktu singkat. Maka otomatis cenderung validitas diragukan dan akan didiskualifikasi,” bebernya.

 

Riyan Permana Putra menerangkan bahwa jika pasangan independen dinyatakan lolos verifikasi, bukan berarti mereka dinyatakan akan menjadi pemimpin di daerah mereka karena, setelahnya, mereka harus masuk ke arena pertarungan yang sesungguhnya. Bahkan, arena ini terkenal lebih ganas dari tahap verifikasi.

 

Persyaratan yang berat sering kali menjegal langkah calon independen. Sebagian besar calon independen gagal di proses administrasi dan pemenuhan syarat minimal dukungan, tegasnya.

 

Untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, misalnya, pasangan cagub-cawagub di daerah dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 0 hingga 2 juta, harus menggalang dukungan minimal 10 persen, DPT 2-6 juta sebesar 8,5 persen, DPT 6-12 juta minimal 7,5 persen, dan 6,5 persen untuk daerah dengan jumlah DPT lebih dari 12 juta, jelasnya.

 

Untuk pemilihan calon bupati dan wali kota, daerah dengan jumlah DPT 0-250 ribu, syarat minimal dukungannya sebesar 10 persen, DPT 250 ribu hingga 500 ribu sebanyak 8,5 persen, DPT 500 ribu – 1 juta sekitar 7,5 persen, dan 6,5 persen untuk daerah dengan jumlah DPT lebih dari 1 juta, lanjutnya.

 

Syarat minimal dukungan itu masih ditambah dengan persyaratan dukungan itu tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk pilgub dan jumlah kecamatan untuk pilbup/pilwalkot, tutupnya.(Sutan Mudo/Jhoni S./Fendy Jambak)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *