Riyan Permana Putra sebut Penyidik Polda Sumbar Sarankan Restorative Justice kepada FR dan SB Terkait Dugaan Pencemaran Nama Baik MD dan M yang Merupakan Perangkat Baznas Bukittinggi
Padang – Terkait dengan terbitnya berita dengan judul “Soal Berita Klikata.co.id, Oknum Baznas Bukittinggi Lapor Polda Sumbar” yang diterbitkan Klikata.co.id, kuasa hukum MD dan M yang merupakan Ketua Pelaksana dan salah satu pimpinan Baznas Bukittinggi, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH membantah bahwa kliennya memang tidak mempersoalkan berita tapi mempersoalkan penyebaran sesuatu hal yang diduga melanggar ketentuan pada Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta.”
“Iya kami luruskan, bahwa tidak benar klien kami mempersoalkan berita yang diterbitkan klikata.co.id, tapi yang kami persoalkan adalah dugaan penyebaran sesuatu hal yang diduga menyerang kehormatan, yang diduga mencemarkan nama baik MD dan M yang diduga dilakukan FR dan SB di grup Whatshap dan media sosial instagram,” ungkap Riyan Permana Putra yang juga menjadi Ketua Tim Advokasi partai politik pendukung Erman Safar – Heldo Aura yang merupakan koalisi terbesar di Kota Bukittinggi dengan gabungan Gerindra, Nasdem, Golkar, PKB, PSI, Perindo, PBB, Garuda, Hanura, Gelora, Masyumi, dan Partai Buruh di Bukittinggi, pada Senin, (2/9/2024).
Lalu Riyan Permana Putra juga memberikan informasi bahwa FR dan SB serta MD dan M sudah dipanggil ke Polda Sumbar pada Jumat lalu pada (30/8/2024) sesuai dengan Surat Nomor : B/04/VIII/RES.1.24/2024/Ditreskrimum menurut data yang kami terima dari klien, lanjutnya.
Dimana pada saat pemeriksaan tersebut penyidik Polda Sumbar menyarankan kepada FR dan SB agar menempuh upaya restorative justice (mengajukan perdamaian) kepada Pelapor MD dan M, tambah Riyan Permana Putra.
Ya usulan dari penyidik Polda Sumbar kepada FR dan SB agar menempuh upaya restorative justice kami anggap baik karena sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif serta restorative justice hadir dengan menawarkan penyelesaian tidak formalistik yang sekedar mengedepankan sisi legalistic formal, lalu prinsipnya win-win solution dan penyelesaiannya cepat, mengutamakan asas kemanfaatan dan keadilan hukum, serta memberikan pemahaman substansial tentang upaya penegakan hukum yang membimbing masyarakat. Namun Riyan Permana Putra menyerahkan keinginan untuk restorative justice kepada Pelapor dan Terlapor, terang Riyan Permana Putra.
Sampai sekarang kami belum menerima upaya restorative justice dari Pelapor sebagaimana yang diamanatkan penyidik Polda Sumbar kepada Pelapor dan Terlapor, tukuknya.
Sebagaimana sebelumnya Riyan Permana Putra dan Rekan juga memberi tanggap terkait adanya dugaan penyebaran sesuatu hal yang diduga mencemarkan nama baik MD dan M yang merupakan Ketua Pelaksana dan Salah Satu Pimpinan Baznas Bukittinggi (Perangkat Baznas Bukittinggi) laporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polda Sumatera Barat.
Kuasa hukum MD dan M yang merupakan Ketua Pelaksana dan Komisioner Baznas Bukittinggi, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH, dan Gusti Prima Maulana mendatangi Polda Sumatera Barat, Senin, (21/7/24) untuk melaporkan dugaan pencemaraan nama baik terhadap MD dan M yang diduga dilakukan Terlapor I FR di Grup WhatsApp dan Terlapor II melalui akun media sosial instagram.
“Ya hari ini kita melaporkan pidana pencemaran nama baik. Yang mana terjadi pada Juli 2024,” kata Riyan Permana Putra didampingi Gusti Prima Maulana selaku kuasa hukum.
Riyan Permana Putra didampingi Gusti Prima Maulana mengungkapkan Para Pelapor sangat dirugikan atas Tindakan yang dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor II/Para Terlapor tersebut.
Riyan Permana Putra dan Gusti Prima Maulana melanjutkan bahwa diduga perbuatan Terlapor I dan Terlapor II/Para Terlapor tersebut diduga telah melanggar ketentuan pada Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta.”
Lalu menurut Riyan Permana Putra dan Gusti Prima Maualan bahwa laporan pengaduan ini tidak terbatas terhadap hal-hal tersebut di atas saja. Melainkan bisa diperluas dan bisa dikembangkan jika ditemukan tindak pidana lainnya oleh pihak Polda Sumatera Barat.
Serta Riyan Permana Putra dan Gusti Prima Maulana menyebutkan bahwa Para Pelapor berharap agar Polda Sumatera Barat menerima laporan ini karena berdasarkan Pasal 14 huruf a dan Pasal 15 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia.
Pada Pasal 14 huruf a dinyatakan, setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu dan penyidik dilarang: mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor atau pihak lain yang terkait dalam perkara, yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lalu pada Pasal 15 kian menguatkan, setiap anggota Polri dilarang menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya.
Tambahan lagi, tugas dan fungsi kepolisian juga masuk dalam lingkup pelayanan publik. Polisi wajib tunduk pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Nomor 25 tahun 2009).
Terakhir pada Pasal 12 huruf a dan f Perpolri 7/2022 mengatur:
Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kemasyarakatan, dilarang:
a. menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau Laporan dan Pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya;
f. mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan.(Faizal/Daniel/Jhoni S./Raihan)