Riyan Permana Putra Resmikan Sekretariat LBH Bukittinggi tingkat Kelurahan di Kecamatan ABTB, Bukittinggi, Pengacara Kuat Bersama Masyarakat

Bukittinggi – Pada Sabtu, (29/10) dilaksanakan peresmian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi tingkat kelurahan di Kecamatan ABTB, Bukittinggi, tepatnya di Kelurahan Ladang Cakiah.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukuttinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H. menyatakan bahwa peresmian (launching) LBH tingkat kelurahan ini sebagai kontribusi agar masyarakat semakin mudah untuk mendapatkan bantuan hukum.

“Pemenuhan akses terhadap keadilan (access to justice) tersebut, salah satunya didorong melalui optimalisasi peran LBH di tingkat kelurahan. LBH tingkat kelurahan ini yang akan membantu warga kelurahan yang mengalami persoalan di bidang hukum,” kata perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat ini.

LBH Bukittinggi selain akan berfokus kepada sosialisasi, pencegahan dan penegakan hukum.

Riyan menjelaskan bahwa terkait dengan persoalan hukum, efek pandemi Covid-19 masih membelenggu Bukittinggi dan Agam Indonesia, tak sedikit tindak pidana terjadi dan bahkan meningkat, seperti pencurian, tindak pidana korupsi, ujaran kebencian, penyebaran berita bohong, hingga pelanggaran protokol kesehatan. Ini diperkuat dengan Sosiolog Universitas Nasional (Unas), Sigit Rochadi menyebut Pandemi Covid-19 mengakibatkan angka kemiskinan meningkat. Akibatnya jumlah kemiskinan meningkat, tingkat kriminalitas juga mengalami peningkatan.

Di tengah meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia, secara otomatis juga meningkatkan angka kriminalitas di Indonesia. Oleh karena itu kita butuh suatu visi hukum untuk perbaikan ke depan.

Menurut Riyan hukum adalah suatu tata aturan kehidupan yang diciptakan untuk mencapai nilai-nilai yang diinginkan masyarakat. Salah satu nilai yang menjadi tujuan hukum adalah ketertiban. Ketertiban artinya ada kepatuhan dan ketaatan perilaku dalam menjalankan apa yang dilarang dan diperintahkan hukum. Konkretnya, dapat kita ambil contoh sederhana dalam tata aturan berlalu lintas. Hukum atau perangkat aturan yang dibuat dalam bidang lalu lintas mempunyai tujuan agar terjadi tertib dalam kegiatan berlalu-lintas. Hal ini juga dalam upaya melindungi kepentingan dan hak-hak orang lain.

Riyan juga menerangkan sesuai dengan dokumen RPJMD Provinsi Sumatera Barat, permasalahan hukum dalam pembangunan banyak yang masih harus dihadapi Sumatera Barat dan harus mendapat perhatian, diantaranya adalah:

Pertama, Pola hubungan yang tidak integratif dan sinergis antara pemerintahan nagari, pemerintahan desa, lembaga adat yang dikelola oleh lembaga (Kerapatan Adat Nagari (KAN), lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) dan lembaga lainnya dalam nagari,

Kedua, Tanah ulayat memerlukan penyelesaian hukum dengan kebijakan tersendiri untuk merumuskannya secara komprehensif dalam peraturan daerah serta optimalisasi pemanfaatan tanah ulayat,

Ketiga, Pembentukan produk hukum daerah yang belum aspiratif, partisipatif yang sinergi dengan hukum Nasional yang memberikan perlindungan HAM,

Keempat Memudarnya wawasan kebangsaan di berbagai kalangan, khususnya generasi muda akibat pendidikan dan penanaman semangat kebangsaan yang sudah tidak sesuai, Keenam, Masih tingginya kriminalitas, kenakalan remaja, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, dan Ketujuh, Belum optimal mengatasi pemuda yang berperilaku menyimpang dan beresiko.

Riyan menyebutkan solusi menghadapi permasalahan hukum tersebut adalah dengan dengan mewujudkan Perda Bantuan Hukum di Bukittinggi dan hadirnya LBH Bukittinggi tingkat kelurahan. Penyelenggaran bantuan hukum yang diberikan kepada penerima bantuan hukum merupakan upaya untuk mewujudkan hak – hak konstitusi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hakl warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan dan kesamaan di hadapan hukum.

Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Bantuan hukum bagi masyarakat miskin dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, persamaan, kedudukan dalam hukum, perlindungan terhadap hak asasi manusia, keterbukaan, efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas.
Selain itu, penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin bertujuan untuk menjamin dan memenuhi hak penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan; mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai dengan prinsip persaan kedudukan di dalam hukum; menjamin kepastian penyelenggara bantuan hukum dilaksanakan secara merata; mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dipertanggung jawabkan; dan terpenuhinya hak masyarakat miskin dalam memperoleh kjeadilan sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Dengan adanya peraturan daerah tentang penyelenggaran bantuan hukum dan LBH Bukittinggi tingkat kelurahan, Riyan berharap masyarakat di Bukittinggi yang mencari keadilan dan kesetaraan dimuka hukum dapat terpenuhi hak-haknya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga aturan turunan dibawahnya seperti amanat Pasal 19 UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum kepada Pemerintah Daerah bahwa diperlukan pengaturan mengenai bantuan hukum bagi masyarakat.

Rafika Santi yang merupakan Jurnalis PT. Media Bukittinggi Agam penerima penghargaan dari Ibu Negara Iriana Joko Widodo bidang pemberdayaan perempuan di Hari Kartini 2022 yang merupakan koordinator LBH Bukittinggi tingkat kelurahan CGB ini mengatakan, keberadaan LBH dan Paralegal diharapkan bisa lebih berdampak terhadap masyarakat terutama di tingkat kelurahan. LBH Bukittinggi sendiri mendorong agar LBH tingkat kelurahan ini memainkan peran yang sangat penting, yakni menjadi agen dalam pembangunan budaya hukum di masyarakat.

Tris yang merupakan masyarakat ABTB, Bukittinggi turut mengapresiasi launchingnya LBH Bukittinggi tingkat kelurahan ini. Ia berharap dengan hadirnya LBH Bukittinggi tingkat kelurahan ini bisa membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum.

Riyan melanjutkan bahwa LBH Bukittinggi tingkat nagari ini diharapkan menjadi pelopor tegaknya keadilan dan solusi dari buta hukumnya masyarakat di tingkat nagari. Penanganan konflik di kelurahan tidak cukup dengan pendekatan sosial dan kultural melainkan juga dengan pendekatan hukum. Karena itu, LBH Bukittinggi tingkat kelurahan diharapkan berperan dalam pencegahan, penangangan hingga pemulihan pasca konflik,” tambah Riyan dalam acara “Launching LBH Bukittinggi tingkat kelurahan, Bantuan Hukum Semakin Dekat dengan Masyarakat.”

Inisiatif melahirkan LBH tingkat kelurahan ini, tambah Riyan, dilatarbelakangi karena masih minimnya jumlah advokat yang tergabung dalam Organisasi Bantuan Hukum (OBH) atau yang juga dikenal dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), di mana persebarannya tidak merata dan terpusat di Ibukota saja. Olah karenanya, LBH Bukittinggi mendorong kelurahan menjadi Kelurahan Sadar Hukum (KSH), lalu dapat melahirkan Paralegal Kelurahan hingga terbentuk Kelompok Sadar Hukum (Kelompok Kadarkum/Pokdarkum).

Riyan mengungkapkan kepada media ini berdasarkan data yang dimiliki Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kelurahan Sadar Hukum yang telah diresmikan per Januari 2020, sebanyak 5.744 Desa atau Kelurahan. Jumlah tersebut terbilang minim dibandingkan total Desa atau Kelurahan di seluruh Indonesia yang mencapai 81.239 Desa atau Kelurahan.

Dengan hadirnya LBH Bukittinggi tingkat kelurahan yang nanti akan didukung Paralegal Kelurahan, diharapkan dapat membantu mengisi kekosongan advokat di wilayah kelurahan serta kegiatan advokasi kebijakan di tingkat kelurahan bagi masyarakat yang dalam posisi rentan dan marjinal, tetap memiliki hak yang sama dalam pembangunan kelurahan serta akses terhadap sumber daya di kelurahan.

“Pada gilirannya, LBH Bukittinggi tingkat kelurahan dan Paralegal kelurahan dari Kelompok Kadarkum akan menjadi anggota OBH sebagai Pelaksana Bantuan Hukum yang akan memberikan bantuan hukum non-litigasi. Paralegal nagari diharapkan dapat memberikan layanan kedaruratan saat masyarakat kelurahan menghadapi masalah hukum, yakni dengan bantuan hukum non-litigasi,” kata Riyan.

Sebagai gambaran, Kelompok Kadarkum merupakan cikal bakal dari terbentuknya Desa Sadar Hukum (DSH). Kita pun berharap munculnya LBH Bukittinggi tingkat kelurahan akan mewujudkan Kelurahan Sadar Hukum (KSH).

Riyan menjelaskan merujuk Surat Edaran Kepala BPHN Nomor: PHN-05.HN.04.04 Tahun 2017 tentang Perubahan Kriteria Penilaian Desa/Kelurahan Sadar Hukum, untuk dapat ditetapkan sebagai KSH, suatu daerah harus lolos dalam penilaian empat dimensi yang ditetapkan, yakni dimensi akses informasi hukum, imlementasi hukum, akses keadilan, dan akses demokrasi dan regulasi.

Bila dijabarkan, pemenuhan dimensi akses informasi hukum berupa program peningkatan kesadaran hukum di nagari. Kemudian, dimensi implementasi hukum dilihat dari sudah patuhkah masyarakat dalam membayar pajak atau dilihat juga apakah tingkat kriminalitas seperti kasus narkotika, perdagangan orang dan anak, sudah menurun. Sementara, dimensi akses keadilan, berupa tersediakah layanan bantuan hukum di daerah. Serta, untuk dimensi yang terakhir, yakni akses demokrasi dan regulasi.

“Kelompok kadarkum yang dilatih sebagai Paralegal Kelurahan menjadi cerminan keterlibatan langsung masyarakat dalam pembangunan budaya hukum di kelurahan, dari peran sebagai akses informasi hukum, akses keadilan maupun bagian dari layanan bantuan hukum oleh OBH, hingga akses demokrasi dan regulasi,” tutupnya.(Fendy Jambak)

 

Bagikan: