BEM Univ Fort De Kock Gelar Konferensi Pers terkait Polemik Sertifikat antara UFDK dengan Pemko Bukittinggi

Bukittinggi, SumbarEkspres.com, 26 Juli 2023- Sehubungan dengan konferensi pers sekda Bukittinggi Martias wanto pada hari Jumat (14/7), yang menyatakan kekecewaan nya kepada mahasiswa UFDK,atas tidak datangnya mereka memenuhi undangan sekda Bukittinggi untuk berdialog dengan Walikota Bukittinggi H Erman Safar SH, maka Akbar Miftahul Riski sebagai presiden mahasiswa menjelaskan sbb:
1.Pemko merasa tersinggung karena tidak dipenuhinya undangan beliau yang sudah dilayangkan kepada kami.

Jawaban: Dalam masalah ini kenapa kami tidak memenuhi undangan pemko tersebut, karena kami tidak pernah meminta untuk berdialog dengan walikota, karena kami hanya meminta bertemu langsung dengan Walikota agar segera menyerahkan Sertifikat yang sudah menjadi hak milik Yayasan Fort de Kock, oleh karena kami ketahui, tidak di serahkan juga sertifikat oleh Walikota Bukittinggi, maka Yayasan berkeinginan untuk memindahkan kampus ke luar kota Bukittinggi, yang berdampak terhadap kenyamanan dan ketentraman kami belajar di kampus ujarnya.

Sekiranya pemko mau berdialog, sangatlah waras kiranya pihak pemko tersebut mengundang Yayasan Fort de Kock itu sendiri, yang sudah terang benderang yang menggugat pemko, bukan kami mahasiswa imbuhnya.

2.Pemko menyatakan tidak bisa serta merta menyerahkan sertifikat tersebut karena ada masalah hukum? Setau kami masalah hukum sudah final dan sudah berkekuatan hukum tetap, dimana dari uji hasil 2 proses perikatan jual beli yang ada, yang di akui oleh pengadilan adalah Jual beli antara Syafri St Pangeran (pemilik tanah) dengan Yayasan Fort de Kock, yaitu keluarnya keputusan Mahkamah Agung Nomor: 2018 k/Pdt/2022 yang sudah di eksekusi Pengadilan Negeri Bukittinggi tanggal 14 Oktober 2022.
3.Pemko menyatakan tidak ada satu kalimat dari putusan pengadilan itu mengatakan pemko untuk menyerah kan Sertifikat. Perlu di pahami oleh pihak pemko bahwa Sertifikat tersebut tidak atas nama pemko, melainkan masih atas nama Hak Milik 655 Syafri St Pangeran (selaku penjual). Dan oleh karena hal tersebutlah, amar putusan point 4 Pemko selaku tergugat IV di nyatakan sebagai pembeli yang tidak beritikad baik, yang merugikan penggugat (Yayasan Fort de Kock), yang tidak layak mendapatkan perlindungan secara hukum paparnya.
4. Pemko menyatakan bangunan yang tanpa IMB yang sudah sampai SP3, yang sudah layak kami lakukan pembongkaran tetapi kami tidak melakukannya tanda keberpihakan kepada pendidikan? Setau kami bangunan kampus induk Fort de Kock sudah memiliki IMB pada tahun 2011,kemudian pada tahun 2016 ada pembangunan tambahan gedung untuk Pustaka dan pusat olahraga mahasiswa, 1 bulan sebelum proses pembangunan di mulai Yayasan Fort de Kock telah mengajukan permohonan IMB ke PTSP dinas PUPR kota Bukittinggi, dan tidak pernah di tanggapi sampai selesai bangunan pada akhir tahun 2016. Dan lucunya baru di tanggapi oleh pihak PUPR pada tahun 2018,sesuai dengan suratnya Nomor:650.208/DPUPR-TR/IV-2018.Tanggal 13 April 2018.
Namun hari ini bangunan sudah selesai dan telah pula dimanfaatkan, oleh pemko baru di permasalahkan, apakah ini yang dikatakan berpihak kepada dunia Pendidikan? tukasnya.
5.Pemko menyatakan sebagai tanda bukti kepedulian terhadap dunia pendidikan, jika sudah selesai masalah aset, kapan perlu kami bisa menghibahkan. Perlu kami pertanyakan lagi kepada pemko Bukittinggi tanah mana yang mau dihibahkan? Dan sudah mendapatkan persetujuan DPRD kota Bukittinggi? Atau mungkin yang dimaksud tanah SHM 655 tersebut di atas?
Ketahuilah HM 655 sudah sah milik Yayasan Fort de Kock dan sudah dilunasi pembayarannya di pengadilan sewaktu proses eksekusi, sudah pula di ukur ulang/ tunjuk batas oleh BPN kota Bukittinggi, serta telah dikuasai secara baik dengan memagar beton permanen.
Jadi menurut kami pernyataan sekda Bukittinggi tersebut adalah pernyataan yang ngawur dan tidak masuk akal sehat, sedangkan perintah putusan Mahkamah Agung saja tidak di akui dan dipatuhi, kok ada lagi itikad mau menghibahkan? Sangat mustahil dan jelas k ini adalah pembohongan publik yang berjilid-jilid ucapnya.
6. Mahasiswa seharusnya tidak perlu tahu dengan perkara ini, karena akan menggangu konsentrasi mahasiswa. Pernyataannya sekda Bukittinggi yang melarang kami tidak perlu tahu terhadap proses dinamika yang terjadi di kota Bukittinggi ini terkait kebijakan, telah menghina hak intelektualitas kami selaku mahasiswa Indonesia “agent of change”, dimana dengan pernyataan di atas, telah dengan tendensius menempatkan kami hanya sebagai mahasiswa yang tugasnya hanya duduk dan belajar saja di kampus dan tidak boleh mengkritisi dan menyuarakan suara hati masyarakat.
Dan perlu juga kami sampaikan kepada pemko Bukittinggi, bahwa sesungguhnya Dewan pembina Yayasan Fort de Kock sudah melarang kami untuk melakukan segala aksi dan reaksi, karena Dewan pembina masih memiliki energi untuk menghadapi ini semua, namun kami selaku mahasiswa memiliki peran sosial kontrol untuk itu. Namun karena ini sudah menjadi ranah kepentingan kami sebagai mahasiswa dan masyarakat banyak, maka fardu kifayah kami wajib turun.
Sebab kami hanya terdampak, kami telah sepakat untuk menolak kepindahan kampus Universitas Fort de Kock ke Agam, dan mendesak Yayasan Fort de Kock agar menambah fasilitas Gedung belajar, jika terhalangnya pembangunan ini karena sertifikat belum dikuasai oleh Yayasan kami, maka secara jelas kami ikut merasakan dampaknya.
Hari ini Walikota Erman Safar telah mengecewakan kami, tidak sesuai janjinya saat kampanye dahulu yang katanya akan mendukung dalam dunia pendidikan. Kami mahasiswa akan terus mengawal dan akan mendesak Pemko Bukittinggi menyerahkan SHM 655.Aksi pertama kemaren baru perwakilan mahasiswa yang menjabat di Kampus, jika Walikota Erman Safar masih bertele-tele dan hanya mencari pencitraan diatas persoalan ini, maka ribuan teman teman di kampus akan kami ajak kuliah ke jalan, berlantai kan Aspal beratapkan awan, tak akan pulang sebelum berhasil pungkasnya. (Fendy Jambak)

Bagikan: