
Menjaga Integritas Penyelenggaraan Pemilu
Penulis : M.MARDANI ARRAHMAN (Tokoh Pemuda Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah, Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia)
Dalam negara demokrasi salah satu tolak ukur Pemilihan Umum (pemilu) yang demokratis adalah minimal terpenuhi dua hal yaitu Predictable Procedures but unpredictable result. Pertama, kerangka hukum yang jelas atau aturan/rules yang sudah tersedia tetapi hasil dari pemilihan umum tersebut tidak bisa kita prediksi. Ketersediaan kerangka hukum ini meliputi adanya kepastian hukum, tidak adanya kekosongan hukum, tidak bertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain, dan yang terakhir serangkaian peraturan ini tentunya bisa dilaksanakan dengan baik. Kedua, Pemilu juga dapat kita ilustrasikan sebagai suatu arena “konflik” yang sah untuk merebut kekuasaan maupun mempertahankan kekuasaan.
Dikarenakan pemilu diilustrasikan sebagai arena konflik maka diperlukan suatu lembaga penyelenggara pemilu yang berintegritas dan bisa menjadi manajer konflik dalam setiap tahapan pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peyelenggara memiliki tugas manajerial tersebut untuk meminimalisir, mereduksi maupun menghilangkan potensi konflik horizontal diantara peserta pemilu, maupun konflik vertikal antara peserta,pemilih, dan penyelenggara.
Tahun 2024 menjadi tahun politik akbar di Indonesia hal ini dikarenakan pada tahun tersebut, pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) akan diselenggarakan secara serentak. Pemilu diselenggarakan pada 14 Februari 2024,Sedangkan pilkada akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024. Hal ini akan menjadi pemilihan pertama dan terbesar di Indonesia. Sebab sebelumnya, pemilu dan pilkada belum pernah dilaksanakan pada tahun yang sama. Berbagai hal berkenaan dengan potensi konflik maupun politik uang (money politic) bisa saja terjadi didalam penyelenggaraan pemilu. Oleh karenanya, Penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, taat hukum, imparsial serta professional menjadi titik kunci dalam kesuksesan penyelenggaran pemilu.
Integritas dan KPU
Menurut Prof. Azyumardi Azra Integritas didefinisikan sebagai: “Kepengikutan dan ketundukan kepada prinsip-prinsip moral dan etis (adherence to moral and ethical principle) keutuhan karakter moral (soundness of moral character),kejujuran (honesty), tidak rusak secara moral (morally unimpared), atau keadaan moral sempurna tanpa cacat (morally perfect condition).
Integritas secara sederhana juga dapat di definisikan pula sebagai satunya perkataan dan perbuatan/ walk the talk . singkronnya perkataan dan perbuatan ini dapat di implementasikan oleh peyelenggara pemilu dalam penerapan prinsip keterbukaan, profesionalitas, serta taat hukum dalam tiap peyelenggaraan pemilu 2024.
Penyelenggara sudah dipayungi oleh dasar hukum yang menaunginya seperti diantaranya UUD 1945 pasal 22E ,UU No.15 tahun 2011, UU No.7 tahun 2017, serta peraturan KPU. Maka sudah seharusnya penyelenggara berkewajiban melaksanakan tiap peraturan perundang-undangan tersebut secara professional dan penuh tanggung jawab.
Kita tentunya mengetahui bersama jumlah penyelenggara pemilu yang diberhentikan karena melanggar kode etik terus bertambah. Pelanggaran tidak hanya dilakukan anggota KPU di daerah saja, tetapi juga pernah dilakukan oleh anggota KPU Pusat seperti Wahyu Setiawan, mantan anggota KPU yang diberhentikan setelah ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini menjadi catatan penting bagaimana pentingnya Integritas, loyalitas dan kredibilitas dari tiap penyelenggara pemilu. Penyelenggara pemilu harus mampu menjadi pelaksana undang-undang, sebagai pahlawan demokrasi dalam tiap tahapan untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan legitimate dalam pemilu yang demokratis.
Peyelenggara juga harus mampu menahan diri dari berbagai godaan politik uang baik itu dari peserta pemilu maupun oligarki . Selanjutnya, secara keseluruhan bila melihat undang-undang pemilu no. 7 tahun 2017 serta peraturan KPU yang menjadi dasar peyelenggaraan, dapat disimpulkan bahwa Lembaga ini secara sederhana diilustrasikan sebagai lembaga “pelayanan”.
Dalam hal ini KPU memiliki tugas melayani minimal dua pihak yaitu peserta pemilu maupun pemilih. Dalam tugasnya melayani KPU harus memperlakukan tiap peserta dan pemilih secara setara. Didalam proyek integritasnya The Electoral Integrity Professor Pippa Norris menyebutkan bahwa suatu lembaga penyelenggara pemilu harus memiliki sikap netral/ Imparsial , Imparsial disini tidak hanya diartikan menjaga jarak dengan peserta pemilu, tetapi juga harus bisa menjaga kedekatan dengan peserta pemilu.
Contoh sederhananya apabila KPU mendapatkan informasi mengenai tahapan pemilu maupun adanya peroduk hukum baru terkait penyelenggaraan dan tahapan pemilu, KPU wajib memberikan informasi tersebut secara terbuka dan setara kepada semua peserta tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya. KPU harus menjadi garda terdepan dalam peningkatan kualitas peyelengaraan pemilu serta pendidikan politik masyrakat demi terwujudnya cita-cita bangsa dan negara.
Terakhir dengan adanya profesionalitas, keredibilitas, loyalitas dan integritas oleh penyelenggara pemilu maka pesta demokrasi rakyat dalam pemilihan umum akan bisa diwujudkan.(*)
==
Redaksi media ini menerima tulisan dalam bentuk opini publik, berita masyarakat, atau iklan dalam bentuk apa pun.
Berita masyarakat atau opini dapat dikirim ke Whatshap redaksi : +62 812-7048-331 / 081285341919
Opini, berita, atau iklan yang memenuhi persyaratan redaksi, akan dimuat di media ini.
Salam, Redaksi.